Senin, 28 Juni 2010

Jika melihat media, masalah yang masih hangat adalah kasus makelar kasus di tubuh Kepolisian dan kasus Gayus Tambunan, pegawai bagian pajak yang ‘berhasil’ mengkorupsi uang Negara yang berasal dari pajak. “Apa kata dunia akhirat?????”

Akan tetapi, saya tidak akan membahas kasus tersebut dalam pandangan Islam, walaupun dalam setiap permasalahan, Islam pasti mampu memberikan solusinya, yaitu dengan adanya ijtihad. Saya hanya akan menyampaikan sebuah coretan mengenai pajak dalam pandangan Islam. Tulisan ini disarikan dari sebuah kajian yang saya ikuti di kampus dengan pembicara Ust. Siddiq al-Jawi (Jumat, 9/4/2010; 16.00)…..ya walaupun telat….semoga tetap bermanfaat……berikut hasilnya:

Definisi Pajak
--------------

Pajak (tax, dhara`ib) dalam istilah umum (Barat) : “Pajak adalah harta yang diwajibkan penguasa atas rakyat untuk melayani rakyat dan mengatur berbagai urusan rakyat.” (Thalaal al-Hijazi, Adh-Dhara`ib fil Islam, www.4shared.com)

Sedangkan menurut Islam, pajak adalah: “Pajak adalah harta yang diwajibkan Allah atas kaum muslimin untuk membiayai hajat dan kepentingan yang diwajibkan atas mereka dalam kondisi tiadanya dana dalam Baitul Mal (Kas Negara).” (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 135)

Dari kedua definisi di atas dapat diambil beberapa kesamaan antara pajak menurut definisi umum (yang berlaku sekarang) dengan pajak dalam Islam, yaitu:
1. Pajak dipungut oleh negara/pemerintah dari rakyat
2. Pajak digunakan untuk kepentingan rakyat.

Sedangkan perbedaan di antara keduanya adalah:
1. Dalam Islam, rakyat yg menjadi wajib pajak hanya warga negara Muslim.
2. Pajak digunakan hanya untuk kepentingan yang spesifik, yaitu yang diwajibkan atas kaum muslimin.
3.Pajak dipungut hanya dalam kondisi khusus yaitu ketika tidak ada dana di baitul mal (APBN).

Tentu akan timbul pertanyaan, mengapa pajak/dharibah hanya dikenakan kepada kaum Muslim? Kebutuhan/pos apa saja yang menyebabkan muncul pajak ketika Kas Negara kosong?
Oleh karena itu, berikut dipaparkan terlebih dahulu posisi pajak dalam APBN menurut Islam.

Posisi Pajak dalam APBN menurut Islam
--------------------------------------

Dalam APBN Islam, pajak adalah sumber penerimaan negara yang tidak rutin (al-waridat ghairu al-daaimah).
Ada 3 (tiga) sumber penerimaan:
1. Penerimaan rutin (al-waridat al-da`imah)
2. penerimaan tidak rutin (al-waridat ghairu al-da`imah), yaitu pajak (dharibah)
3. Penerimaan lainnya.
(Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah)

Keterangan:
A. PENERIMAAN RUTIN (al-waridat al-da`imah), adalah penerimaan yang secara tetap akan ditarik oleh negara, baik ada kebutuhan maupun tidak. Meliputi enam macam :

1. Fai`
===> Fai` adalah harta yang dikuasai umat Islam dari harta kaum kafir yang tidak melalui peperangan, misalnya harta Bani Nadhir zaman Nabi SAW.

2. Ghanimah/Anfal
===>Ghanimah atau anfal adalah harta yang dikuasai umat Islam dari harta orang kafir melalui peperangan.

3. Jizyah
===> Jizyah adalah harta yang diambil oleh pemerintahan Islam atas warganegara non muslim baik Ahli Kitab maupun bukan karena ketundukan mereka terhadap pemerintahan Islam.

4. Kharaj
===> Kharaj disebut juga pajak tanah (land tax), yaitu harta yang diambil oleh pemerintahan Islam dari tanah kharajiyah, yaitu tanah yang dikuasai kaum muslimin melalui peperangan (kharaj 'unwah) atau melalui perjanjian damai (kharaj shuluh).

5. Khumus Rikaz
===> Khumus Rikaz artinya seperlima dari harta rikaz. Rikaz adalah harta yang terpendam di dalam tanah, misalnya perhiasan emas dari raja-raja zaman dahulu (sebelum Islam).
6. Zakat

B. PENERIMAAN TAK RUTIN (al-waridat ghairu al-da`imah), adalah pajak (dharibah) yaitu penerimaan yang akan diambil oleh negara jika penerimaan rutin tidak memenuhi kebutuhan.

C. PENERIMAAN LAINNYA. Meliputi lima macam penerimaan:
1. Dana Hasil Usaha Kepemilikan Umum
2. Dana Hasil Usaha Kepemilikan Negara
3. Harta Waris yang Tiada Ahli Warisnya
4. Harta Orang Murtad
5. Usyur
==> Usyur adalah bea cukai, yaitu harta yang diambil oleh negara atas harta atau barang dagangan milik pedagang Ahlu Dzimmah atau Ahlu al-Harb yang melewati perbatasan negara Khilafah

continue ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

cuap cuapmu